Ekonomi jepang pasca gempa-tsunami
Tokyo - Tsunami dan gempa yang melanda Jepang, tak pelak menghentikan aktivitas vital ekonomi negeri Sakura tersebut. Bagaimana potensi kerugiannya?
Jepang tampaknya akan mengalami kerugian ekonomi cukup besar dari bencana ini. Lihat saja Japan Airlines Corp, yang mengalihkan 22 penerbangan ke bandara lain. Secara total, 27 penerbangan terkena dampak gempa, dan mempengaruhi 5.290 orang.
Bandara Narita juga ditutup untuk inspeksi landasan pacu. Pihak Bandara membatalkan semua penerbangan dan menelantarkan 13.800 orang. Sedangkan Bandara di Sendai, kota dari 1 juta orang yang terletak di 310 kilometer utara Tokyo, dibanjiri tsunami. Haneda, bandara utama lainnya juga ditutup.
Tak hanya itu, East Japan Railway Co, operator kereta api terbesar di Jepang, menghentikan layanan kereta api di daerah Tokyo bersamaan dengan operasi kereta peluru, Shinkansen. Tokyo Metro Co, operator kereta bawah tanah terbesar di ibukota, mengatakan menghentikan kereta dan memaksa penumpangnya mengantri untuk taksi.
NTT DoCoMo Inc, operator ponsel terbesar Jepang pun mengatakan, koneksi nirkabel sangat buruk di seluruh negara. Jubir Atsuko Suzuki mengatakan hal tersebut usai gempa. Gempa juga memaksa Cosmo Oil Co, untuk menutup 220 ribu barel per hari di kota Chiba, 40 kilometer (25 mil) di timur Tokyo.
Hal ini dilakukan setelah terlihat nyala api pada tangki penyimpanan fasilitas, kata Yusuke Kanada, juru bicara perusahaan. Tiga pabrik JX Nippon yang ditutup, memiliki kapasitas pengolahan gabungan sekitar 600 ribu barel sehari.
Jepang mengkonsumsi 4,42 juta barel per hari minyak pada 2010, menurut data bulanan Laporan Pasar Minyak yang dirilis 10 Februari oleh International Energy Agency. Sedangkan China menggunakan sebanyak 9,39 juta dan AS 19,25 juta.
Pemerintah Jepang pun mengeluarkan peringatan berbahaya untuk reaktor nuklirnya dan menghentikan segala aktivitas nuklir, karena masalah pada sistem pendinginnya. Setelah menyatakan situasi darurat, pemerintah menyiapkan satuan tugas khusus untuk waspada.
Pabrik Fukushima Daiichi milik Tokyo Electric Power menutup tiga reaktornya, sebab gempa menyebabkan genset diesel yang digunakan untuk mendinginkan reaktor berhenti. Tiga reaktor ini berkapasitas 2,03 juta kilowatt.
Tiga reaktor lainnya milik Tohoku Electric Power Co di Miyagi yang dekat dengan titik pusat gempa, juga otomatis menghentikan kegiatannya. Beberapa jam kemudian, perusahaan ini melaporkan adanya asap dari pabrik tempat reaktor nomor satu berada. Sementara perusahaan nuklir Areva milik Prancis, masih menantikan laporan dari Jepang.
Tsunami dan gempa berkekuatan 8,9 skala richter telah meluluhlantakkan Jepang. Badan Meteorologi Jepang memperingatkan gempa susulan lebih lanjut dan menyarankan orang-orang menghindari wilayah pesisir dan mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Gempa susulan terus terjadi sampai 5 sore waktu Jepang.
Gempa hari ini adalah yang terbesar sejak gempa 9.1 SR memicu tsunami dari Sumatera Utara, Indonesia pada Desember 2004 yang menewaskan sekitar 220 ribu orang tewas atau hilang di 12 negara sekitar Samudera Hindia.
Toyota Motor Corp., raksasa Jepang yang saat ini menjadi perusahaan otomotif terbesar di dunia, telah menghentikan produksi sebuah pabrik suku cadang dan dua pabrik perakitan mobilnya di kawasan itu, Sementara itu, Nissan Motor Co. juga menghentikan produksi empat pabriknya di lokasi bencana. Dua karyawan Honda Motor Co. dilaporkan tewas akibat tertimpa reruntuhan atap pabrik di Tochigi, utara Jepang.
Raksasa elektronik Sony Corp, salah satu eksporter terbesar di Jepang, juga terpaksa menutup enam pabriknya di seantero negara itu. Banyak pula pabrik mobil dan semikonduktor di utara Jepang yang tidak beroperasi akibat gempa dan tsunami.
"Kerusakan pabrik-pabrik tersebut akan berdampak besar pada perekonomian Jepang," ujar Yasuo Yamamoto, ekonom senior Mizuho Research Institute di Tokyo.
Menurutnya, sejauh ini memang belum diketahui secara pasti skala kerusakan dan kerugian akibat gempa dan tsunami. Namun, gempa kali ini akan mendorong pemerintah menyusun anggaran darurat. "Pemerintah bakal harus menjual lebih banyak obligasi. Ini memang keadaan darurat sehingga tidak dapat dihindari," tutur Yamamoto.
Sementara Tom Byrne dari Moody's Singapura mengatakan bahwa dalam ekonomi besar seperti Jepang, dampak dari bencana alam dapat diserap secara ekonomi oleh pemerintah dan asuransi swasta, sehingga tidak akan ada dampak terhadap anggaran pemerintah dan rating Jepang"
sumber : okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar